Bacaan: 2 Sam 7:4-5a,12-14a,16; Mzm 89:2-3,4-5,27,29;
Rm 4:13,16-18,22; Mat 1:16,18-21,24a atau Luk 2:41-51a
Renungan:
Saya tertarik dengan acara pada sebuah stasiun televisi, Take Me Out Indonesia. Program acara di televisi swasta Indonesia ini pernah mendapatkan rating yang lumayan tinggi. Di sana, begitu banyak orang berusaha mencari pasangan yang cocok sesuai kriterianya. Jika mereka berhasil menemukan pasangannya, mereka akan mendapatkan hadiah yang lebih jika mampu menjadi pasangan yang paling romantis. Tetapi, apakah pasangan ini akan saling mencintai dengan tulus hati?
Frasa tulus hati itu terdiri dari sembilan huruf, tetapi membutuhkan beribu-ribu huruf untuk membuktikannya. Santo Yusuf membuktikan dirinya sebagai seorang yang tulus hati. Ia tidak meninggalkan Maria, Ibu Yesus. Ia tidak menceraikan dan sangat menghargai nama baik. Pembuktikan ketulusan hati Santo Yusuf tak sekedar kata-kata tetapi dalam tindakan. Mat 1:19 mengatakan secara jelas bahwa suami Maria ini adalah contoh suami yang baik.
Tetapi, sekarang ketulusan hati seakan dijual dan dapat dibeli dengan uang. Berusaha untuk romantis dan ‘sok’ atau berlagak tulus demi uang. Akibatnya, orang selalu berusaha menjadi baik bukan demi dirinya sendiri tetapi demi sesuatu yang ingin diraih. Sekarang, beranikah saya berbuat seperti Santo Yusuf yang tulus hati, menghargai nama, dan setia? Beranikah saya berbuat demi kebahagiaan diri saya bukan demi pengakuan atas diri saya?
Doa:
Tuhan, ajarilah aku untuk tulus hati seperti Santo Yusuf. Bangunlah dalam diriku sikap menghargai nama dan setia agar dalam kehidupanku tercipta kebahagiaan. Sehingga aku mampu melakukan kehendak-Mu yang Kaubisikkan dalam kehidupanku.
Niat:
Aku tidak lagi memanggil sahabatku dengan nama ‘paraban’. Ketika berbuat bagi sesama, aku akan melakukannya dengan tulus dan tidak mengharapkan imbalan.
No comments:
Post a Comment