Sunday, 20 March 2011

Renungan harian, 19 Maret 2011

Bacaan: 2 Sam 7:4-5a,12-14a,16; Mzm 89:2-3,4-5,27,29;
Rm 4:13,16-18,22; Mat 1:16,18-21,24a atau Luk 2:41-51a

Renungan:
Saya tertarik dengan acara pada sebuah stasiun televisi, Take Me Out Indonesia. Program acara di televisi swasta Indonesia ini pernah mendapatkan rating yang lumayan tinggi. Di sana, begitu banyak orang berusaha mencari pasangan yang cocok sesuai kriterianya. Jika mereka berhasil menemukan pasangannya, mereka akan mendapatkan hadiah yang lebih jika mampu menjadi pasangan yang paling romantis. Tetapi, apakah pasangan ini akan saling mencintai dengan tulus hati?
Frasa tulus hati itu terdiri dari sembilan huruf, tetapi membutuhkan beribu-ribu huruf untuk membuktikannya. Santo Yusuf membuktikan dirinya sebagai seorang yang tulus hati. Ia tidak meninggalkan Maria, Ibu Yesus. Ia tidak menceraikan dan sangat menghargai nama baik. Pembuktikan ketulusan hati Santo Yusuf tak sekedar kata-kata tetapi dalam tindakan. Mat 1:19 mengatakan secara jelas bahwa suami Maria ini adalah contoh suami yang baik.
Tetapi, sekarang ketulusan hati seakan dijual dan dapat dibeli dengan uang. Berusaha untuk romantis dan ‘sok’ atau berlagak tulus demi uang. Akibatnya, orang selalu berusaha menjadi baik bukan demi dirinya sendiri tetapi demi sesuatu yang ingin diraih. Sekarang, beranikah saya berbuat seperti Santo Yusuf yang tulus hati, menghargai nama, dan setia? Beranikah saya berbuat demi kebahagiaan diri saya bukan demi pengakuan atas diri saya?

Doa:
Tuhan, ajarilah aku untuk tulus hati seperti Santo Yusuf. Bangunlah dalam diriku sikap menghargai nama dan setia agar dalam kehidupanku tercipta kebahagiaan. Sehingga aku mampu melakukan kehendak-Mu yang Kaubisikkan dalam kehidupanku.

Niat:
Aku tidak lagi memanggil sahabatku dengan nama ‘paraban’. Ketika berbuat bagi sesama, aku akan melakukannya dengan tulus dan tidak mengharapkan imbalan.

Thursday, 17 March 2011

Renungan harian, 15 Maret 2011

Bacaan : Matius 6:7-15
Renungan :
Suatu pagi aku main bola sama Poppy (anjing betina ras goden). Kulempar bolanya, Poppy mengejar dan mengembalikan bolanya. Biar tidak mudah ditangkap, bola kulempar ke tembok. Kalau aku lempar pelan ke tembok, bolanya kembalinya juga pelan. Kalau kulemparkeras ke tembok, bolanya juga cepat kembali. Jadinya si Poppy sulit dapat bola.
Pada bacaan injil hari ini Yesus mengajarkan supaya kita tidak bertele-tele dalam berdoa dan kemudian tidak berbuat apa-apa. Memang mudah berbicara tentang cinta, tetapi tidak mudah melakukannya. Yesus kemudian mengajarkan sebuah doa yang menjadi doa pusaka kita: doa Bapa Kami. Setiap kita berdoa Bapa Kami, sadar tidak sadar kita berdoa “ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami.” (Semoga kita ingat ada kata-kata seperti itu dalam doa Bapa Kami.)
Seperti bola tenis tadi. Bila kita tidak memaafkan orang yang bersalah pada kita dan malah menaruh dendam, hal serupa akan berbalik pada kita. Bila kita banyak memberi cinta dan mau memberi maaf pada yang bersalah pada kita, maka cinta itu tidak akan berkurang dari kita. Tapi justru akan diberikan berlimpah untuk kita. Memang mudah berbicara tentang cinta, tetapi tidak mudah melakukannya. Seperti kata seorang suster sepuh: “Surga itu tidak murah!”
Yesus yang Mahabaik dan Mahacinta, kami berdoa bagi orang-orang yang telah bersalah kepada kami. Semoga berkat cinta dan Roh-Mu, mereka Kausadarkan dan Kaulimpahi rahmat pengampunan. Agar dalam hidupnya mereka dapat berbagi cinta bagi sesama.

Renungan harian, 11 Maret 2011

Bacaan Injil Mat 9: 14-15
Renungan
Dulu ketika aku masih duduk di bangku SMP, aku pernah berniat untuk berpuasa seperti yang dilakukan kakak dan orangtuaku. “Sehari makan kenyang satu kali”, begitulah aturan yang aku dengar. Aku pun menjalaninya meski sebenarnya memang belum saatnya bagiku yang masih berumur kurang dari 17 tahun. Oleh karena itu, malam hari menjelang hari puasa, aku pun makan sekenyang-kenyangnya. Alhasil, di pagi hari pun aku masih merasa kenyang. Di siang harilah tiba rasa laparku. Aku pun mulai membayangkan makanan-makanan apa yang sekiranya akan aku makan. Berbagai keinginan pun mewarnai hari itu. Ya, aku ingin makan sate, ingin makan bakmi, ayam bakar, ditambah soft drink biar tambah mantab.
Akhirnya, tibalah waktu untuk berbuka puasa bagiku. Aku pun jadi untuk membeli keinginan-keinginanku tadi. Kupuaskan segala keinginanku dan aku pun kenyang. Hari itu pun ternyata terasa lebih menyenangkan, karena ada makanan-makanan yang aku sukai dan juga enak semua.
Apakah perilaku seperti itu sesuai dengan puasa yang dikehendaki?
Ya, memang perilakuku itu nampak sesuai yang ditentukan: Makan kenyang satu kali. Namun ternyata hal itu tidak lebih dari formalitas belaka. Dalam diriku ternyata masih ada banyak keinginan-keinginan atau boleh dikata “nafsu”. Berpuasa menurutku bukan hanya soal yang kelihatan, yaitu makan kenyang satu kali, tetapi juga perlu dilihat yang tak kelihatan, yaitu segala pikiran dan perasaan. Segala kehendak atau keinginan patutlah juga untuk diperhatikan sebab puasa tidak dinilai dari yang nampak namun juga dari yang ada dalam benak kita. Rasanya sama saja ketika kita berpuasa ternyata kita tidak dapat menahan segala keinginan-keinginan kita, entah itu keinginan untuk makan yang berlebihan, juga segala keinginan untuk berbuat yang tidak baik. Mungkin orang lain tidak melihatnya, namun Tuhan senantiasa mengetahui apa yang ingin, sedang dan akan kita lakukan. Berpuasa adalah kesempatan bagi kita untuk menarik diri dari segala keinginan-keinginnan daging dan mengarahkan diri pada Tuhan.

Doa
Allah Bapa di Surga, Engkaulah yang memiliki diri kami, Engkau tahu segala yang ada dalam diri kami termasuk keinginan-keinginan kami. Jangan biarkan kami ya Tuhan, jatuh dalam godaan-godaan yang dapat melemahkan kami dalam mengikuti jejak-Mu. Tuntunlah kami untuk setia, dengan sepenuh hati melaksanakan segala kehendak-Mu. Sebab Engkaulah Tuhan yang senantiasa menjaga dan memelihara kami, sepanjang segala masa. Amin.

Aksi
Dalam masa pra paska ini aku ingin berpuasa atau pantang dengan sepenuh hati. Tidak hanya soal menahan makan namun juga menahan segala keinginan-keinginan diri yang tidak baik agar semakin dekat dengan Tuhan.

Wednesday, 16 March 2011

Renungan harian, 14 Maret 2011

Bacaan :
Im 19: 1-2.11-18 ; Mat 25:31-46
Renungan:
“Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.” inilah salah satu kata-kata yang dikatakan Yesus dalam injil hari ini. Sepertinya potongan ayat ini sudah menjadi suatu pesan yang jelas untuk dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Dari potongan ayat itu, kita sadar bahwa Tuhan sendiri hadir dalam diri orang-orang dianggap paling hina; mereka yang lapar, haus, tak memiliki apapun, tersisihkan oleh masyarakat.
Di masa prapaskah ini, kita mengenangkan masa-masa sengsara Tuhan Yesus Kristus. Melalui Injil hari ini, Tuhan secara jelas menawarkan pada kita bagaimana cara menghayati dan merasakan sendiri masa sengsara Tuhan Yesus sendiri. Bahwa ketika kita mampu hadir, merasakan dan membantu apa yang dialami orang-orang kecil, lemah, miskin dan tersingkir, saat itulah kita juga merasakan sengsara yang dialami Tuhan Yesus dan membantu meringankan beban yang harus Ia tanggung. Hanya orang yang memiliki kepekaan saja yang mampu merasakan dan mengulurkan tangan bagi saudara yang menderita. Sekedar merenungkan tidaklah cukup mambantu kita merasakan sengsara Tuhan kita. namun ketika kita mampu merasakan serta mengulurkan tangan bagi sesama kita, saat itulah kita mampu merasakan bahkan terlibat dalam penghayatan sengsara Tuhan kita. Karena apa yang kita lakukan bagi sesama, kiata lakukan pula bagi Tuhan. Dan pertanyaan yang bisa direnungkan adalah, sudah sejauh mana tekadku dalam menghayati masa sengsara Yesus ini ? Sudah sejauh mana aku hadir, merasakan dan membantu sesamaku ??
Doa:
Tuhan, Engkau senantiasa mencintaiku. Anugrahkanlah rasa cinta dalam diriku. dan ajarlah aku untuk mampu mencintai Engkau dan sesama serta dampingilah aku juga dalam usahaku untuk mampu membantu sesamaku. semoga dengan demikian, aku semakin mampu menghayati sengsara Putra-Mu yang merelakan hidupnya bagi kami.

Renungan harian, 9 Maret 2011

Pertanyaan Renungan :
Kepada Tuhan kah semua ini ku tujukan?

Bacaan : Mat 6 : 1 – 6 ; 16 – 18

Dalam sehari tanpa saya sadari ada puluhan aktivitas yang telah saya lakukan, bahkan kadang saya lupa telah melakukan apa saja hari ini. Kegiatan – kegiatan yang saya lakukan pastilah dilatarbelakangi oleh tujuan dan daya gerak (motivasi) yang mendorong dan menjadi kekuatan bagi saya untuk melakukannya.
Demikian pula dalam kehidupan rohani saya, Injil kali ini mengajak saya untuk melihat lebih dalam apa motivasi saya dalam bersedekah, berdoa, dan berpuasa. Ada banyak kemungkinan untuk hal ini, seperti agar mendapat pujian, menunjukkan kesucian, pamer, kesombongan, dan lain sebagainya. Namun Injil kali ini menekankan sesuatu yang berbeda yaitu menjadikan Allah sendiri sebagai pangkal dari segalanya, bersedekah, berdoa, dan berpuasa sebagai tindakan personal dalam iman tanpa harus diketahui orang lain. Sedangkan dalam perwujudannya, cinta dan syukur saya pada kasih dan kemurahan Allah mendasari tindakan saya untuk berbagi dengan sesama yang kecil, lemah, miskin, tersingkir dan diffabel serta dalam relasi saya dengan Tuhan dalam doa dan mati raga.

Doa :
Ya Allah, semoga dari hari ke hari aku semakin dapat memurnikan niatku dalam menjalankan hidup rohaniku maupun kehidupanku pada umumnya. Menjadikan Engkau sendiri sebagai sumber, asal, dan tujuan hidupku. Semoga melalui cara hidupku namaMu semakin besar dan dimuliakan. Amin

Aksi :
• Menyisihkan sebagian hartaku untuk sesama.
• Mendoakan saudara yang sakit, kecil, lemah, miskin, tersingkir dan diffabel
• Bermati raga sebagai ungkapan bela rasa terhadap orang yang menderita

Saturday, 5 March 2011

Renungan harian, 24 Februari 2011

BACAAN  Sir 5 : 1-8  ; Mrk 9 : 41-50

RENUNGAN
                   Toni, adalah seorang anak yang rajin ikut Ekaristi harian. Ia merasa damai dan tenteram saat ikut Ekaristi. Lalu muncul sebuah pertanyaan saat selesai Ekaristi, “Mengapa setiap hari ada doa tobat dan juga ada doa jangan perhitungkan dosa kami dalam Ekaristi?” Ia pun bertanya pada Ibunya. Ibunya menjawab, “Toni, setiap hari kita berbuat dosa, entah sadar atau tidak kita sadari. Baik dalam pikiran, perkataan, and perbuatan. Kita bisa berdosa pada Ibu, papa, teman, dan siapa saja.” Toni kecil pun terperanjat, “Wah, berarti dosaku banyak sekali ya Bu?” Ibu Toni pun menambahkan, “Benar itu, dosa kita amat banyak. Makanya kita minta Tuhan untuk mengampuni dan tidak memperhitungkan dosa kita. kita mohon supaya yang Tuhan hitung itu iman dan kebaikan kita saja. Bila Tuhan menghitung kesalahan kita, kita pasti celaka, sebab dosa kita terlalu banyak. Tetapi syukurlah Tuhan itu pengasih dan penyayang. Ia mau mengampuni dan menerima yang kembali padaNya asal kita mau meninggalkan kebiasaan dosa yang kita dilakukan.
                   Markus menggambarkan bagaimana Yesus tidak ambil kompromi terhadap dosa. Ia amat membenci apa yang namanya dosa, tetapi Ia tetap mencintai dan mengampuni orang yang berdosa. Lalu, apa yang kita lakukan? Memang grup band Hoobastank bicara, “I am not a perfect person”, Band Radja berkata, “Aku adalah manusia biasa…”, dan Yovie n’ Nuno berdendang, “Aku memang manusia biasa, yang tak sempurna dan punya salah…” tapi, dari situ kita tidak terus jatuh pada ketidak sempurnaan dan jatuh pada kelemahan untuk masuk ke dalam dosa terus. Kita harus bangkit dan melawan kecenderungan kita terhadap dosa. Berani dan mau lepas terhadap dosa butuh sebuah kerendahan hati. dengan rendah hati, kita dapat melihat mana yang baik dan mana yang buruk. Manusia memang sering tak berdaya, tapi bukan tanpa harapan. Manusia memang bukan sempurna, tapi penuh harapan. Dengan segala keterbatasan kita bila mau berusaha kita pasti dan akan bisa melawan dan membebaskan diri dari belenggu kebiasaan dosa.

AKSI
Dalam pikiran : aku akan menilai orang lain dengan positif.
Dalam perkataan : aku akan berusaha untuk berbicara jujur dan tidak berbicara kotor.
Dalam perbuatan : aku akan berusaha untuk tidak menunda pekerjaan.

DOA
Tuhan, aku mohon Engkau memberiku kerendahan hati agar aku dapat melihat lebih baik cacat dan kekuranganku. Terlebih, agar aku bisa melihat mana yang baik dan mana yang buruk, sehingga aku bisa berlaku sesuai dengan kehendak dan perintah-Mu.

Renungan harian, 23 Februari 2011

Mereka bukan lawan tapi kawan ?

Bacaan : Mrk 9 : 38 – 40

Renungan :
Harga diri, bagi kebanyakan orang, adalah kehormatan yang harus dijaga bahkan dengan taruhan nyawa sekalipun. Demikian juga yang dialami para murid Yesus. Mereka marah, ketika mendapati orang lain menggunakan kuasa dalam nama Yesus untuk menyembuhkan. Para murid merasa lebih berhak ketimbang orang – orang tersebut. Namun Yesus menanggapi hal ini secara berbeda. Bagi – Nya siapapun yang tidak melawan atau berseberangan, bukanlah musuh melainkan seorang kawan.
Relasi kita dengan sesama juga sering kali diwarnai hal – hal semacam ini, ketika kita merasa terancam dengan orang – orang yang berniat membantu kita. Perbedaan cara pendekatan, pemikiran, dan komunikasi sering kali memperparah keadaan ini. Perasaan diabaikan, tidak dianggap, atau dilangkahi menjadi lebih menonjol dibandingkan rasa terima kasih / syukur yang harusnya muncul karena telah pekerjaan kita menjadi lebih ringan dan cepat selesai.
Sikap rendah hati kiranya dapat membantu kita untuk menjadi terbuka dan peka terhadap niat baik sesama, sehingga rasa kecurigaan dan terancam dapat di minimalisasi. Kita diajak untuk menjadikan harga diri dan kerendahan hati sebagai sarana membangun relasi yang sehat dan saling menghormati satu sama lain.

Doa :
Ya Allah, ajarlah kami untuk menjadi rendah hati bagi sesama. Terbuka dan peka terhadap setiap niat baik sesama kami. Berani memberi ruang untuk terjalinnya kerjasama dan menyangkal diri kami sehingga kehadiran kami tidak menjadi batu sandungan bagi orang lain untuk mewartakan kasih dan cinta – Mu.     

Aksi :
·         Terbuka dan peka terhadap niat baik sesama serta mengembangkan pemikiran positif.
·         Mengusahakan sikap rendah hati pada setiap orang yang kita jumpai.

Renungan harian, 22 Februari 2011

“Siapakah Yesus di dalam kehidupanku?”

Bacaan : 1Petrus 5:1-4
               Matius 16:13-20

Renungan:
“Siapakah Aku ini?”. Itulah pertanyaan yang diajukan Yesus kepada Petrus. Pertanyaan Yesus kepada para murid-Nya- bahkan secara personal terhadap Petrus- bukan sebuah pertanyaan biasa. Melalui pertanyaan itu, Yesus ingin mengetahui sejauh mana para murid mengenal diri-Nya. Pertanyaan yang ditujukan secara personal terhadap Petrus ini membutuhkan jawaban yang personal pula. Petrus pun menjawab pertanyaan tersebut secara mendalam. Petrus mengatakan bahwa Yesus adalah Mesias, Anak Allah yang hidup. Dan Yesus pun menegaskan bahwa pernyataan Petrus terhadap diri-Nya itu berasal dari Bapa. Jawaban dari Petrus ini pun ingin menunjukkan  hubungan para murid- terlebih Petrus- terhadap Yesus yang selama ini mereka ikuti. Mereka meyakini bahwa Yesus adalah penyelamat bagi mereka dan bangsanya.
Nah, sekarang Yesus pun bertanya kepada saya, “Siapakah diri-Ku bagi hidupmu?”. Yesus pun ingin pula mengetahui sejauh mana saya mengenal Yesus yang selama ini saya imani. Bagi saya, Yesus adalah gembala yang baik. Ia selalu ada baik suka maupun duka. Ketika aku lepas dari-Nya, Ia selalu berkenan mencariku dan tetap membawaku ke jalan yang benar. Dan Ia pun juga berkenan memilihku untuk menjadi calon gembala umat-Nya.

Doa:
            Tuhan Yesus Kristus ajarkanlah kami untuk mau terbuka akan diri-Mu dalam hidup kita sehari-hari, sehingga kami dapat lebih mengenal Engkau dan bisa merasakan kasih sayang-Mu. Amin

Aksi:
            Aku ingin membuka diriku untuk Yesus dan bisa menghadirkan pribadi Yesus dalam hidup sehari-hari.

Renungan harian, 21 Februari 2011

Bacaan : Sir 1: 1-10; Mzm 93: 1ab.1c-2-5; Mrk 9:14-29
Renungan:
Sudahkah Anda Berdoa Hari Ini?
                Kadang dalam hidup sehari-hari, kita sering hanya menggunakan kekuatan kita sendiri dalam mencapai tujuan atau ketika sedang menghadapi suatu masalah. Kita terlalu percaya pada diri kita sendiri, pada kekuatan yang kita miliki. Padahal, ada hal yang lebih penting yang perlu dilakukan terlebih dahulu. Yaitu doa. Kadang, saya terlena akan kemampuan saya, merasa sudah kuat dan mampu, lupa akan doa. Bagi saya, kekuatan doa memang berarti. Terutama ketika saya sedang menghadapi kesepian dalam menjalani kehidupan ini. Ketika saya menyerahkan segala permasalahan dan perasaan ke dalam doa, ada kekuatan yang mendorong saya untuk maju. Saya benar-benar merasa ditemani dalam menghadapi permasalahan itu. Kekuatan doa membuat saya merasa tidak lagi sendirian.
                Para murid bertanya kepada Tuhan Yesus : «Mengapa kami tidak dapat mengusir roh itu ?». Yesus hanya menjawab : «Jenis ini tidak dapat diusir kecuali dengan berdoa». Balajar dari pengalaman para murid, sayapun menjadi semakin sadar akan kekuatan sebuah doa.
                Ada seorang Ibu yang sejak menikah sampai dikaruniai dua orang anak, dibenci oleh keluarga sang suami. Bahkan mereka sampai melakukan apa saja untuk mengusir si Ibu. Mereka tidak ragu-ragu untuk membuat Ibu ini celaka. Tidak jarang saya temui, si ibu berdoa dengan khusuk di depan Gua Maria TOR kami ditemani kedua anaknya. Situasi seperti ini, tenyata mendorong si ibu untuk dapat terus berdoa dan semakin dekat dengan Tuhan Yesus demi mendapat kekuatan dan keselamatan dari bahaya yang selalu mengancam dirinya. Dan menurut penuturan Ibu itu, benar bahwa ia mendapatkan kekuatan dan keselamatan dari Tuhan.
                Seperti judul sebuah buku kumpulan doa  yang saya miliki “Doa Adalah Sumber Kekuatan”, begitupun dengan yang ingin saya katakan dalam perenungan singkat ini, bahwa doa adalah sumber kekuatan. Jadi, sudahkan anda berdoa hari ini ?

Doa :
Tuhan, hari ini aku ingin berdoa, ajari aku untuk semakin bertekun dan setia dalam doa, karena hanya dengan doalah aku dapat menemukan Engkau, sumber kekuatanku.

Aksi : Doakanlah orang-orang yang ada di sekitar Anda saat ini.  

Renungan harian, 19 Februari 2011

“Inilah anakku yang Kukasihi, dengarkanlah Dia.”

Bacaan: Ibr 11:1-7; Mzm 145:2-3,4-5,10-11
              Mrk 9:2-13

Renungan:
              Saya sempat terkagum-kagum ketika melihat dan mendengarkan sebuah kelompok koor melantunkan kidung dengan begitu megah. Akord yang mereka hasilkan mampu membius diri saya, masih lagi dengan permainan pengiringnya yang harmonis. Tidak ada suara yang dominan atau bahkan suara yang hilang tak terdengar. Kok bisa ya…?
            Jawaban itu ternyata ada di telinga setiap anggota koor dan pengiringnya. Mereka berusaha sebisa mungkin untuk mendengarkan suara yang lain. Tidak hanya hearing tapi listening. Dengan mendengarkan suara yang lain, mereka menghasilkan sebuah alunan kidung yang megah yang mampu membius hati. Megah itu tak sekedar keras, tetapi mampu memberikan warna di setiap birama sehingga harmonis.
              “…dengarkanlah Dia.” Bapa meminta kepada Petrus, Yohanes dan Yakobus untuk bersetia mendengarkan sabda-sabda Yesus. Ia mengajak kita untuk memberikan diri kita mendengarkan sabda-Nya. Dengan mendengarkan sabda-Nya, kita berharap agar kitapun mampu menaruh dan mendengarka sesama kita. Maka dari itu, terciptakan sebuah kehidupan yang harmonis dan membahagiakan, seperti sebuah kelompok koor mampu melantunkan kidung yang megah dan harmonis.

Doa:
        Yesus, Engkaulah yang menuntun hidupku. Bukalah telingaku agar aku mampu mendengarkan sesamaku. Bukalah telingaku agar aku mampu mendengar bisikan sabda-Mu. Amin.

Niat:
              Aku akan menggunakan telinga untuk mendengarkan sabda-Nya agar aku mampu mendengarkan sesamaku.

Renungan harian, 18 Februari 2011

Bacaan
Kej. 11:1-9; Mzm. 33:10-11, 12-13, 14-15; Mrk 8:34-9:1

Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya.(Mrk 8:36)

Renungan

Ketika membaca perikop injil ini, sebuah pertanyaan yang muncul dari hati saya ialah “Apa yang saya cari dalam hidup ini?” Berbicara mengenai kehidupan tentu takkan ada habisnya. Dunia selalu menawarkan banyak sekali model kenikmatan dan kesenangan kepadaku. Seringkali saya juga tergoda mencari kepuasaan dunia tersebut. Kekayaan, kedudukan, kehormatan menjadi sesuatu yang seringkali memperdaya saya. Akibatnya diri sendiri kurang terurus dan juga menjadi kurang komunikasi.
Saya memang takkan terlepas dari hal-hal duniawi karena saya masih hidup dalam dunia. Namun hal-hal duniawi tersebut tidak boleh menjadi perangkap dan menyesatkan. Kita boleh dekat dengan harta namun tidak boleh lekat. Dalam bacaan hari ini, Tuhan Yesus mengajak kita untuk selalu memanggul salib kita. Salib merupakan lambang dari kita umat kristiani. Dengan salib kita diharapkan dapat meneladan Yesus yang juga memanggul salibnya hingga akhir. Memanggul salib memanglah tidak ringan, Yesus sendiri juga sampai jatuh tiga kali untuk hal itu. Tapi ia mengajarkan kita untuk selalu bangkit di saat kita terjatuh. Hidup merupakan sebuah anugrah yang diberikan oleh Tuhan. Harta adalah sarana, bukan tujuan. Tujuan kita hidup ialah memuliakan dan mengabdi kepada Tuhan selama hidup ini.  Percuma kita mengumpulkan harta di dunia karena matipun harta itu juga takkan dibawa. Persembahan yang Tuhan inginkan bukanlah seluruh kekayaan, karena kekayaan tak ada artinya. Persembahan itu ialah seluruh diri, hati yang percaya dan iman yang tetap teguh padaNya meski dalam kesulitan. Saya juga belajar untuk selalu percaya bukan hanya saat bahagia, tapi juga saat dalam kesulitan. Dengan memanggul salib, di sinilah kepercayaan yang murni akan tampak. Emas kan semakin murni saat ia dibakar dan iman akan semakin murni jika selalu setia padaNya. Tujuan saya dan anda hidup ialah untuk selalu memuliakan Dia, maka jadikanlah hidup ini layaknya lukisan yang selalu memegahkan kebesaranNya.

Doa
Tuhan, dalam hidup terkadang aku hanya memikirkan yang duniawi saja. Saat gembira atau susah sering aku melupakanmu. Karena terlalu gembira aku menjadi lupa bersyukur dan berterima kasih. Saat aku mengalami kesusahan aku menjadi kurang percaya pada-Mu. Bapa aku mohon maaf atas semuanya itu. Aku mohon tuntunlah hatiku dan ajarkanlah aku untuk dapat rendah hati. Hadirlah dalam hatiku agar aku semakin mengimaniMu dan menjadi pribadi yang dapat bersyukur atas apa yang aku alami hari ini.