“…engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah,
melainkan apa yang dipikirkan manusia.”
(Mat. 8:33b)
Bacaan :
Kej. 9:1-13; Mzm. 102:16-18,19-21,29,22-23; Mrk. 8:27-33
Renungan:
Sebelum di seminari, saya gemar menonton TV. Kadang kala saya juga sempat menonton sinetron. Dalam sinetron-sinetron yang saya tonton, kadang kala ada adegan pengusiran. Sambil memelototkan mata, satu tangan berkacak pinggang dan yang satunya mengacungkan jari, orang yang mengusir berteriak,” Pergi…! Pergi…! Tak sudi aku melihat wajahmu lagi!”
Hari ini, kita bisa melihat lagi adegan itu. Tidak main-main, Yesus sendiri yang melakukan pengusiran itu. Sambil memandang murid-murid-Nya (bisa jadi memelototi) Ia memarahi Petrus, kata-Nya, ” Enyahlah, Iblis !” (ay.33). Perbuatan itu dilakukan Yesus karena Petrus—yang ‘hanya’ seorang murid—berani menarik Yesus dan menegor-Nya.
Apa yang membuat Petrus berani menegor gurunya? Kita tidak tahu. Namun bisa jadi terkait dengan adegan sebelumnya, yaitu ketika Yesus menanyakan dua pertanyaan : ‘Siapakah Aku ini menurut orang?’ dan ‘Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?’ (bdk. ay.27-30). Pertanyaan ini dilemparkan Yesus karena nampaknya isu yang beredar tentang siapa Yesus masih simpang siur. Khalayak beranggapan bahwa Yesus adalah Yohanes Pembaptis, Elia atau salah seorang dari para nabi. Bahkan, ada yang menganggap bahwa Yesus adalah orang yang tidak waras (bdk. Mrk. 3:21).
Dalam injil Markus, simpang siur memuncak dengan kisah Pengakuan Petrus ini. Petrus secara tepat mengungkapkan bahwa Yesus adalah Mesias. Namun ternyata mesias-nya Petrus tidak sama dengan ke-mesias-an yang mau ditunjukkan oleh Yesus. Pada waktu itu, konsep Mesias masih bersifat duniawi. Artinya, mesias hadir untuk menyelamatkan bangsa Israel dari penjajahan romawi; mesias adalah pemimpin politik. Tapi yang diwartakan Yesus berbeda. Mesias yang diwartakan Yesus harus menderita, ditolak dan dibunuh (ay.31). Yesus harus mengalami kepahitan-kepahitan hidup.
Nampaknya, para murid—yang diwakili oleh Petrus—tidak bisa menerima bahwa Mesias harus menderita. Padahal untuk menyelamatkan manusia dari dosa, Mesias yang mewujud dalam diri Yesus Kristus memang harus wafat dan bangkit pada hari ketiga. Para murid belum tahu bahwa keselamatan yang diwartakan Yesus bersifat kekal abadi.
Kadang kala kita seperti itu. Kita tidak mau menerima kepahitan-kepahitan hidup. Padahal, bisa jadi kepahitan memang harus dicecap terlebih dahulu agar kita bisa menikmati nikmatnya manis. Kita mesti yakin bahwa sehabis air bah surut, pelangi akan ditaruh-Nya di awan, supaya menjadi tanda perjanjian antara Allah dan bumi. Sebab Tuhan memandang dari surga ke bumi.
Doa:
Ya, Tuhan berikanlah bagi kami kekuatan agar kami sehati sepikir dengan-Mu. Dan dengan rendah hati mau melihat penyelenggaraan-Mu. Amin.
No comments:
Post a Comment